*Kriminalitas Anak Bisa Dicegah dengan Penerapan Islam Kaffah*
*Arsip media bisa juga klik Depokpos.com
Oleh: Mega Marlina S.P., Aktivis Dakwah
Kasus pembunuhan sadis yang dilakukan remaja terjadi lagi. Kali ini menimpa APW (40 tahun) dan RM (69 tahun), warga Perumahan Bona Indah, Lebak Bulus, Cilandak, Jakarta Selatan. Pelakunya adalah MAS, yang masih berusia 14 tahun, merupakan anak kandung korban dan cucu dari RM. Sementara ibu pelaku, AP (40 tahun), berhasil melarikan diri saat kejadian Sabtu, 30 Nopember pukul 01.00 WIB, namun sayangnya beliau juga menderita luka tusukan. Kapolsek Cilandak Kompol Febriman Sarlase menjelaskan saat ini pelaku sudah diamankan dan menjalani pemerikasaan terkait motif di balik pembunuhan sadis itu. (Suara.com, 30/11/2024). Diketahui dari keterangan sang ibu, MAS beberapa hari sebelumnya sempat diantar untuk melakukan sesi konsultasi psikologi.
Menurut Haniva Hasna, Kriminolog dari Universitas Indonesia, kekerasan dalam keluarga bisa dipicu beberapa faktor, biasanya berawal dari konflik keluarga yang berkepanjangan, lalu kemarahan dilampiaskan dengan kekerasan. Selain itu, pengaruh sosial media, kebiasaan menonton tayangan kekerasan akan membuat anak cenderung ingin menyelesaikan masalah dengan kekerasan (Beritasatu.com, 1/12/024).
Memang, ada banyak faktor yang menyebabkan terjadinya peristiwa mengerikan ini, dan semua itu saling terkait satu sama lain. Sayangnya. dari tahun ke tahun kasus serupa selalu terulang bak benang kusut yang sulit terurai. Jika dirunut permasalahannya tidak sekadar muncul dari pola didik orang tua di rumah, namun berkaitan dengan lingkungan, bahkan sistem yang berlaku hari ini.
Orang tua yang banyak menuntut anak, berpikir sekuler dan otoriter cenderung menciptakan suasana rumah yang gersang dan rukhiyah anggota keluarga yang sakit. Sementara karakter masyarakat yang materialistis, pengaruh sosmed dan perkembangan teknologi semakin mempermudah akses dan tontonan kekerasan dalam kehidupan sehari-hari.
Kondisi ini diperparah dengan negara yang tidak menjalankan perannya sebagai penyelenggara sistem pendidikan yang memiliki program terbaik dalam membentuk kepribadian, moral dan mental generasi. Belum lagi regulasi terkait dampak perkembangan teknologi terutama games online, tayangan video, dan situs-situs yang berbau kekerasan tidak diatur sedemikian rupa sehingga sangat mudah diakses anak-anak di bawah umur.
Belajar dari kasus anak membunuh orang tua, seharusnya kejadian semacam ini bisa dicegah. Namun tentunya harus dimulai dari tatanan yang paling bawah terlebih dahulu yakni keluarga, selanjutnya masyarakat, lalu yang terakhir dukungan negara melalui sistem pendidikan ataupun regulasi.
Di lini keluarga dan masyarakat mungkin kita masih bisa mengupayakannya, dengan membangun ketakwaan dari rumah, kembali ke syariat dan berupaya tidak terjebak dalam budaya hedonisme. Namun sayangnya di tatanan tertinggi yakni negara, sangat sulit direalisasikan, jika sistemnya masih cenderung kapitalistik dengan segala sesuatu diukur dengan pencapaian dunia dan materi, bahkan sistem pendidikan pun dikomersialiasi.
Berbeda dengan sistem Islam yang memiliki seperangkat aturan lengkap dalam kehidupan tak terkecuali dalam meriayah umat. Islam menjadikan pemimpin sebagai raa’in yang bertanggung jawab penuh atas rakyatnya termasuk urusan pendidikan dan membangun generasi.
Kepemimpinan Islam mengharuskan negara membangun sistem pendidikan berasaskan akidah Islam sehingga menghasilkan generasi yang bertakwa, menguasai disiplin ilmu pengetahuan umum dan teknologi, namun segala sesuatunya digunakan untuk mendorong ketaataan kepada Allah, sehingga buah aktivitasnya sesuai koridor syara, bukan semata mengejar materi/dunia. Oleh karenanya, kriminalitas anak bisa dicegah dengan penerapan Islam kaffah.
Sejarah panjang penerapan Islam telah banyak membuktikan sosok ilmuan terdahulu yang tidak hanya menguasai ilmu agama, namun juga mampu mengoptimalkan pengetahuan lain di bidang science dan teknologi bagi kemaslahatan umat. Sebut saja Al Khawarizmi, sang Bapak Matematika Modern. Ibnu Sina, penemu obat bius dan tokoh yang paling berjasa di dunia kedokteran. Ibnu Al haytam, penemu lensa optic sekaligus ahli matematika.
Semua itu tak bisa dilepaskan dari peran Daulah Islam sekitar tahun 650-1250 Masehi di masa kekhalifahan Umayyah dan Abbasiyah. Di era itu, kebudayaan Islam dan pengetahuan berkembang pesat, sehingga didirikanlah Bayt Al Hikmah, sebuah pusat pengembangan ilmu pengetahuan sekaligus perpustakaan ilmiah. Di sanalah segala kebaikan bermula sehingga menjadi pusat pedidikan yang melahirkan para penemu, ilmuan dan generasi terbaik Islam kala itu.
Tidakkan ini berarti kita tengah mengalami kemerosotan pemikiran dan moral, jika dibandingkan dengan masa itu?[]
No comments: