Jalan Hemat dan Aman ala Emak Blogger From Depok Menuju Bandar Lampung
Sejak menikah dan paham hukum safar, saya sangat mengurangi aktivitas berpergian lebih dari 1x24 jam tanpa mahram. Belajar pelan-pelan memahami dan menaati, sebab Allah telah mengatur sedemikian rupa tentu agar iffah muslimah terjaga. MashaAllah betapa Allah sayang pada manusia sehingga dibuat syariat sedemikian rupa lewat dienul islam.
Tiga bulan kembali stay di Depok, awal September lalu ada surat pemberitahuan dari pondok anak lanang bahwa tanggal 9 akan diselenggarakan "Mudif" atau hari penjengukan santri. Sebagai emak, tentu kangen dengan lelaki kecilnya yang sudah tiga bulan terpisah jarak. Biasanya walaupun ia berada di pondok, karena merasa satu kota (sebelumnya saya tinggal di Bandar Lampung), jadi gak begitu terasa jauh, sebab sewaktu-waktu mudif hanya perlu waktu 20 menit motoran dari rumah.
So, ini pertamakalinya saya pulang kampung setelah tiga bulan lalu resmi kembali stay sebagai warga Depok.
Sempat galau mau pakai moda transportasi apa menuju kota kelahiran. Sebab mobil kesayangan masih disayang-sayang di kandang karena sedang diiklankan untuk dijual. Selama ini hanya dipanaskan sesekali, dan jarang digunakan jalan-jalan jarak jauh. Naik DAMRI seperti biasanya, jika dikalikan dua orang (jalan bersama pak suami) plus taxi/gocar rumah-stasiun gambir, maka estimasi biaya sekali jalan kurang lebih hampir sama dengan biaya bawa kendaraan pribadi sekali jalan.
Setelah memperkirakan plus minusnya, akhirnya saya pun memutuskan untuk ngeteng, alias naik kendaraan umum dengan putus-putus rute Depok- Bandar Lampung (Balam)-Depok.
Hal ini dengan pertimbangan :
1. Tidak sendirian melainkan ditemani suami, jadi insyaAllah perjalanan gak akan membosankan dan relatif aman dari tindak kejahatan
2. Jauh menghemat total pengeluaran, jika ada kelebihan anggaran bisa digunakan untuk membeli oleh-oleh anak lanang
3. Pelabuhan penyeberangan sudah modern dan terintegrasi dengan terminal dengan sistem e-tiketing, jadi inshaAllah perjalanan akan lebih nyaman
4. Umuran kami sudah malas duduk lama di kendaraan. Mungkin dengan cara ini masih bisa sambil olahraga karena akan banyak melatih otot kaki alias berjalan.
5. Bisa makin leluasa ngobrol, gandengan tangan, quality time berdua suami tanpa perlu memecah konsentrasi dengan melihat jalanan dan mengendalikan laju kendaraan.
Me @Pelabuhan Penyeberangan Bakauheni, koleksi pribadi |
Sekalipun begitu, kelemahan cara ini juga banyak semisal :
1. Siap jenuh kalau bus jalan lambat dan ngetem mencari penumpang
2. membiasakan telinga dengan suara pengamen yang terkadang sumbang dan naik silih berganti, walaupun sudah memilih bis AC
3. Sabar jika kondisi memaksa berdesakan dengan penumpang lain dan pedagang asongan yang naik turun bus menjajakan dagangan
4. Harus berjalan kaki dengan track rada jauh saat naik turun kapal
Well, ketika semua sudah dipersiapkan baik fisik, mental dan dana, maka saya dan suami pun untuk pertamakalinya nyeberang ke Lampung bareng ala travel blogger, hehehe ...
Jumat 8 September pukul 08.00 pagi kami menumpang gocar membayar tarif sekitar 65k/orang dari rumah menuju terminal Kampung Rambutan. Tak sampai sejam, kami sudah berpindah naik bus Primajasa jurusan Merak. Mendekati pelabuhan, kondektur menarik bayaran sebesar 50k per kepala.
Turun dari bus pukul 13.30, langsung tepat di bawah jembatan penghubung menuju Terminal Pelabuhan Penyeberangan Merak. Berhenti sejenak untuk sholat zuhur, sementara suami mengganti shalat jumat. After pray, jalan terus dengan pemandangan kiri kanan sepanjang koridor sudah sangat rapi. View yang mengingatkan saya pada penataan pelabuhan di Harbour Front Singapore. Isssh ....sok teu! Eh, emang tau kok... iya soalnya pernah ke sana beberapa kali di tahun 2016-2017 😜 Jadi sistemnya sangat mirip di mana pelabuhan laut terintegrasi dengan terminal bus di bawahnya, pusat belanja, hotel, pusat rekreasi keluarga, dll, yang sangat memanjakan pengunjung.
Suasana Terminal Penyeberangan yang sudah amat rapi dan terintegrasi, keren pokoknya. Koleksi pribadi |
Karena terminal penyeberangan kapal reguler cukup jauh jaraknya dan memerlukan ketangguhan kaki berjalan lebih lama, kami memilih naik kapal eksekutif saja. Cara pembelian tiket bisa melalui aplikasi Ferizy atau bisa juga di loket, atau mesin-mesin yang disediakan di sepanjang hall. Buat kamu yang gaptek entah ingin cetak e-tiket atau belum beli tiket tapi gak ngerti caranya, jangan malu bertanya, sebab banyak petugas pelabuhan yang bakal dengan sigap membantu. Siapkan saja KTP kamu untuk memudahkan prosesnya. Tarif penyeberangan untuk pejalan kaki kapal eksekutif sekitar 78k/orang.
Saat masuk kapal kita bebas pilih ruangan manapun yang kita kehendaki sesuai dengan fasilitas kapal, misal ruang lesehan, ruangan berkasur, sofa ala resto, dll. Karena kami belum makan siang dan kebetulan membawa bekal masakan rumah, maka yang dipilih adalah ruangan ala resto tepat di depan kantin.
View Pelabuhan sebelum naik kapal, koleksi pribadi |
Satu jam lebih perjalanan di laut, menjelang azan ashar kapal mulai merapat di pelabuhan Bakauheni. Sebelum turun menyempatkan diri shalat ashar di mushola kapal.
Turun dari kapal kami sudah ditunggu bus AC menuju Bandar Lampung dengan tarif 60k/orang. Mengambil jalur tol, bus hanya memakan waktu satu setengah jam perjalanan. Keluar pintu tol Kotabaru, saya pilih turun di sekitaran Transmart Bandar Lampung sebab ternyata bus yang kami tumpangi tidak melintasi Jl. Sultan Agung, Way Halim melainkan berbelok ke arah By Pass langsung menuju terminal Rajabasa. Kebetulan penginapan yang saya tuju gak begitu jauh dari sini, sekitar 2-3 km lagi tapi masih berada di jalan yang sama, tepatnya seputaran Mall Bumi Kedaton. Meski begitu, karena waktu sudah mendekati magrib, dari Transmart kami kembali membuka aplikasi gojek dan mengeluarkan biaya sekitar 21k untuk tiba di penginapan.
Total sekitar 462 ribu rupiah untuk sekali jalan berdua Depok-Balam, jauh lebih hemat jika dibandingkan dengan tarif DAMRI jurusan Jakarta-Tanjung Karang, kelas bisnis 255k/orang, eksekutif sekitar 320k ataupun royal yang bahkan menyentuh angka sekitar 390k/orang. Belum lagi karena rumah kami di Depok, jika jalan menggunakan Damri harus nambah gocar/taxi menuju Stasiun Gambir, tarifnya sekitar 200an ribu atau sesuai aplikasi.
Soal selisih waktu tempuh dan kenyamanan, itu relatif menurut saya.
Biaya perjalanan pulang kurang lebih sama. Hanya selisih dikit karena kami menggunakan DAMRI jurusan Tanjung Karang-Bakauheni. Bus ini ada setiap jam 07.00 dan 13.00 dengan tarif 50k berangkat dari stasiun Tanjung Karang melewati kota, garuntang, lalu masuk tol Lematang, arah Tanjung Bintang bablas ke Bakauheni. Selain itu saat dari Kampung Rambutan menuju Depok, kami memilih kembali menggunakan Gocar dengan tarif 92.500 sedikit lebih mahal dari perjalanan pergi, karena kami menggunakan jalur TOL keluar di Sawangan untuk tiba lebih cepat di rumah.
Buat saya sih segala resiko/kekurangan yang saya hadapi selama perjalanan bukan masalah besar dan masih bisa dimaklumi, sebab saya jalan gak sendirian alias ditemani Pak Suami. Apalagi perjalanan kali ini bertujuan ingin melepas rindu dengan anak lanang yang masih menimba ilmu di pondok tahfizul quran. So, after mission complete rasanya bahagia luar biasa, semoga setiap langkah bernilai ibadah. Aamiin.
Overall, enjoy-enjoy aja sie ... dengan memilih perjalanan dengan cara itu. Anggep-anggep nostalgia zaman baheula, siapa tahu makin bikin romantis RT hahaha ....
Kamu pengen coba juga nyeberang ke Bandar Lampung berdua ala saya dan suami? Sok mangga ateuh and enjoy the traveling!
No comments: