Harta dibawa Mati dalam Bentuk Amal Jariyah
Saya mau cerita pengalaman diri.
2007, saat baru nikah diajak suami stay di Palembang dalam hitungan bulan, sebab beliau harus menyelesaikan proyek di sana. Gak ada barang berharga yang dibawa saat itu, cuma badan dan pakaian. Di kota pempek kami kost berdua di satu kamar yang berfasilitas kamar mandi di dalam seharga ratusan ribu perbulan. Enjoy gak ada TV, kan pasutri gitu loh. Banyak hal seru yang bisa dilakukan tanpa nontonin layar. Ehm. Maksudnya nganggur dikit lebih suka ngukur jalan. Berdua Pak Su memang akur kalo sudah traveling bareng. Perabotan pun fasilitas dari kostan, hanya beli piring dan sendok aja, buat makan. No kompor, kalo makan selalu beli. Sebab kami pikir hanya stay sementara di sana. ðŸ¤
Awal 2008 pindahan gerbong pertama dari Bandar Lampung ke sebuah rumah kontrakan di Jakarta Timur. *Dari Palembang sebelumnya sempat kembali ke Bandar Lampung (Balam) dulu dalam keadaan tetap bawa diri aja, hehe. Dari kota kelahiran saya, yang angkut sebagai bekal merantau hanya barang seadanya. Cuma kasur tipis, motor dan TV 14' kenangan hasil ikutan kuis siapa berani ANTV, beberapa barang pecah belah, dan buku-buku. Belum ada kulkas, lemari, dll. Semua dimulai dari 0 kayak meteran mesin SPBU pertamina😅
2012 dari kontrakan Cijantung, JakTim, geser dikit ke wilayah Depok. Ini sie sudah rumah sendiri, Alhamdulillah. Modal sewa pick up, barang standar pasutri pun diangkut. Seinget saya sih cuma ada tambahan kasur, kipas angin, kulkas satu pintu,lemari plastik, mesin cuci dua tabung, kompor dan TV 21 inc layar datar. TV kecil sudah dihibahkan duluan.
2013 semua barang ditinggalkan, lagi-lagi bawa diri dan pakaian untuk mendampingi suami pindah tugas ke Batam. Di sini saya sempet kerajingan ngumpulin barang seken terutama elektronik, karena di Kota Teh Obeng memang syurganya barang semacam itu. Bayangkan, waktu itu dengan uang 1-2 jutaan ke daerah Sengkuang, sudah bisa dapat mesin cuci digital satu tabung yang besar, kulkas dua pintu dalam kondisi gress, dll. Berasa punya perabotan ala sultan deh pokoknya 😂😂
2017 Ngerasain lagi balik ke titik 0, semua itu ditinggalkan untuk kembali ke Bandar Lampung. Sebagian perabotan dilelang buat tambahan ongkos pindahan, sebagian dihibahkan begitu aja. Gak sayang, Mak? Heu heu ... Ya mau gimana lagi ... Life goes on.
Tahun 2023 tentunya setelah kembali membeli perabotan sesuai keperluan di Bandar Lampung, lagi-lagi bakal dihadapkan dengan situasi kudu melelang sebagian barang karena akan kembali ke rumah Depok. Hanya sebagian yang dibawa karena di sana masih ada beberapa barang lama. Sisanya yang benar-benar woth it akan diangkut menggunakan armada yang pada tahun 2008 dulu membantu saya pindahan.
Ah. Berasa dejavu.
Ngomong-ngomong ibrohnya apa? Belum pindah alam aja semua terkadang harus ditinggalkan begitu aja. Apalagi beneran game over dari dunia?! Lewat hidup nomaden saya belajar untuk tidak cinta-cinta amat dengan kebendaan dan beli perabotan seperlunya tanpa perduli brand. Yang terpenting kan nilai kegunaannya, supaya kalo pisah gak sakit hati ataupun kehilangan. Toh, semua hanya titipan alias hak pinjam dan pakai dari Allah.
Trus yang utama, bawa amalan apa kita semasa hidup sebelum pindah ke kampung halaman yang kekal? *Mikir ðŸ˜ðŸ˜
Hmmm ... Teringat di salah satu kajian. Harta bisa kok dibawa mati. InshaAllah bertransformasi menjadi kebaikan dan pemberat amal di yaumil akhir. Caranya dengan dihibahkan/sedekahkan. Selagi dimanfaatkan, inshaAllah jadi amal jariyah. Berlaku hal yang sama dengan uang ...
So jangan kelewatan eman-eman dengan kepemilikan/barang. Apalagi sengaja membeli sesuatu demi prestige, mengejar pujian manusia, banyak RUGInya ðŸ¤ðŸ¤ *nasehatindirijuga
Pic cuma pemanis, koleksi pribadi |
#ceritamega
#emak2blogger
#penulislampung
No comments: