Napak Tilas Masa Kecil (2) Seputar Hobi Menggambar
Sejak kecil saya menyukai corat-coret warna. Emak bapak mendukung penuh kesukaan itu meski dengan sangat menyesal pada akhirnya mereka jua-lah yang terpaksa mengandaskan impian saya. No regret. Sebetulnya bukan tottaly salah mereka juga sie, tetapi saya pun kemungkinan kurang keras memperjuangkan apa yang diinginkan.
Saya ingat betul sebagai guru SD emak kerap membawa pulang kertas bekas, entah berkas yang sudah tak terpakai atau contoh soal yang salah print. Kertas itu yang kemudian saya jadikan media untuk berekspresi dengan pensil warna, spidol atau krayon. Di balik kertas yang tak terpakai alias halaman yang kosong saya gambari apapun sesuai mood kala itu. Kata emak sih saya cenderung lebih suka mendesign baju meniru sketsa ala-ala designer kenamaan.
Hasil gambar yang bertebaran, dikumpulkan oleh emak lalu dibawa ke kios fotokopi untuk dijilid layaknya kliping. Tak cuma satu, melainkan berbuku-buku. Untuk ukuran emak-emak kala itu, bela-belain ke fotokopian dan mengeluarkan sejumlah uang demi merapikan karya saya merupakan suatu hal yang luar biasa. Begitu banyak ortu yang berjibaku mengejar dunia, melupakan hal receh semacam ini. Tapi berbeda dengan emak. Betapa ia telah melakukan langkah besar membesarkan hati anaknya, menghargai hobi yang saya tekuni.
Lain dengan ibu, beda pula cara bapak dalam mendukung hobi anaknya. Beliau salah satu tokoh yang paling berperan dalam melatih minat dan potensi diri. Saya ingat bapak juga kerap menyimpan karya saya lalu mengirimkan beberapa gambar yang menurutnya istimewa ke sebuah media. Koran 'Swadesi' kalau tidak salah namanya, saya ingat beberapakali pernah memuat karya saya kala itu.
Terkenang saat saya kecil kerap menunggui bapak pulang kantor di depan rumah melihat bayangannya semakin mendekat dan melambaikan tangan dengan koran di genggaman. Tak sabar kami membuka halaman yang khusus memuat karya anak-anak, lalu pekik kegirangan menggema seantero rumah tatkala gambar saya terpajang manis di sana. Thats really unforgettable moment!
Salah satu acara TV kegemaran saya kecil pun seputar dunia gambar. Televisi masih hitam putih kala itu rutin menayangkan acara yang dipandu maestro gambar "Pak Tino Sidin" di channel TVRI. Kalo yang ini saya gak ingat apakah bapak pernah mengirimkan karya saya, dan gambar itu pernah dipajang oleh Pak Tino diakhir acara sambil dikomentari dengan gayanya yang khas "ini ada gambar kiriman dari sahabat kita nama .... alamat ... YAK BAGUS!" Hahaha. Yang jelas saya selalu menunggu acara itu sebab kerap memberikan tips-tips gambar yang mengagumkan. Dan bapak selalu mengingatkan saya apabila Pak Tino sebentar lagi akan beraksi.
Sayangnya, saat menentukan jurusan kuliah, impian saya harus dilupakan meski sempat bilang ingin memilih teknik arsitektur atau design grafis. Di sini dengan menunduk sedih bapak bilang, tak ingin jauh dari saya karena tak akan sanggup menguliahkan saya ke luar kota dan membeli peralatan gambar yang katanya kala itu relatif mahal.
Karya saya with ibistpaint untuk pembelajaran gambar digital pada si bungsu |
Akhirnya saya pun menyerah pasrah, memilih jurusan kuliah yang sama sekali gak sesuai dengan minat dan bakat saya, asalkan ortu senang. Sebab mereka juga bermimpikan anak perempuannya bersekolah tinggi, tak perduli basic ilmu yang dipilih.
Jangan tanyakan bagaimana rasanya karena saya juga gak terlalu ingat lagi, yang jelas saya sih tipikal anak yang berusaha menghindari konflik alias nrimo melakukan apa yang orang tua inginkan.
Gak ada yang perlu disesali ataupun disalahkan, karena saya percaya tiap-tiap perjalanan hidup manusia sudah digariskan oleh Allah. Meski demikian, saya tetap berterimakasih pada kedua orangtua, andaikata mereka sejak awal tak mendukung kesukaan itu, mungkin sejak lama saya mogok di dunia gambar.
Peran Ortu Dalam Penelusuran Minat Anak
Dari pengalaman yang saya ceritakan sebelumnya, orang tua saya sangat berperan dalam penggalian potensi diri. Ini sejalan dengan pendapat para ahli bahwa setiap anak dilahirkan jenius dengan bakat penyerta masing-masing. Inilah yang disebut sebagai potensi diri. Hanya saja ibarat harta terpendam bakat jika tidak digali dan diasah, maka tidak akan tampak ke permukaan.
Kenapa bakat atau potensi diri harus dikembangkan? Sebab dapat menambah rasa percaya diri seorang anak serta mengarahkannya kelak untuk berkarya dengan baik di bidang yang sesuai minat dan ketertarikan diri. Selain itu orang yang memiliki hobi tertentu cenderung menemukan cara terbaik untuk mengaktualisasikan dirinya secara positif.
Beberapa cara yang bisa dilakukan orangtua dalam membantu mengembangkan potensi anak, antara lain:
1. Memberikan penghargaan sesuai perkembangan anak dalam menelusuri minatnya, sekalipun hanya kemajuan kecil. (Kalau saya pribadi saat ini bentuk apresiasi terhadap bakat anak dilakukan dengan cara menempel gambar mereka di dinding, membuat file khusus yang memajang karya buah hati di medsos terutama yang berbentuk digital, atau melakukan langkah seperti yang ibu saya lakukan, mengkliping karya si kecil yang berupa lembaran gambar manual).
Contoh langkah apresiasi thd karya buah hati |
3. Mendukung hobi atau kegemaran anak dengan menyediakan fasilitas yang memadai sesuai kemampuan or isi kantong.
4, Membiarkan anak mengembangkan bakatnya secara alami dan menyenangkan, tidak didikte atau dituntun dengan teori-teori yang memusingkan kepala.
5. Bersama-sama melakukan aktivitas yang disukai anak-anak. Misal anak suka gambar, sesekali ikutlah menggambar atau mewarnai bersamanya.
Karya si bungsu saya by ibispaintx |
Well, saya mungkin anak yang cukup beruntung karena sekalipun orang tua tak memiliki basic ilmu parenting sama sekali, namun mereka mampu melakukan kesemua langkah yang akhirnya menuntun diri menemukan bakat terpendam.
Sekarang, giliran kita yang menjadi orang tua bagi anak-anak. Sudahkah melakukan langkah besar dalam penelusuran potensi buah hati?
No comments: