Alasan STOP dari Dropshipper
Sayangnya, sejak 2017 memutuskan move ke Lampung, pelan-pelan akhirnya bisnis ini mulai goyang hingga akhirnya berhenti total.
"Jadi, sudah bener-bener gak jualan tas lagi nie mbak?" Tanya salah seorang reseller tetap saya. Sorry to say, akhirnya dengan berat hati saya pamit dari WAG jualan yang saya rintis selama ini. Satu dua langganan pun di japri dan tak segan saya beri no kontak supplier Batam, karena mereka tetap ingin melanjutkan bisnis meski saya sudah mengemukakan alasan berhenti berjualan. Saya sih tak keberatan memberikan informasi, toh ... hidup adalah pilihan. Rezeki masing-masing juga sudah ada takarannya. Siapalah diri jika harus mendoktrin para reseller agar mengambil langkah yang sama sesuai keyakinan hati.
Kenangan packing-packing rutinitas harian kala jadi reseller |
Jangan tanyakan memangnya hasilnya sama dengan jualan kala itu? Secara angka memang belum kelihatan, namun sisi ketenangan dan kepuasan batinnya, berbeda jauh.
Jadi penasaran gak sie Mak, kenapa saya berhenti dari kancah per-dropshipp-an?
1. Hukum Dropship dalam Islam = Haram
Sejak mulai belajar mengkaji hukum dropship pada guru-guru, yang insyaAllah ilmunya kredible, ditunjang buku referensi dari ahli fiqih muamalah kenamaan, hampir kesemuanya memegang keyakinan bahwa jual beli sistem ini hukumnya haram.
Watch : Seputar Hukum Dropship dan Akad Salam
Buku rujukan yang dipakai. Sumber gambar : google |
Saat di Batam, sistemnya bisa dibilang reseller atau lebih mirip ke jastip sebab barang sempat di tangan meski tidak stok barang di rumah. Pengiriman di handle sendiri saat barang sudah diambil dari supplier. Sedangkan semenjak stay di Lampung, semua berubah ke sistem dropship. Melulu jual gambar. Ada order, barang langsung dikirim ke alamat tanpa saya tahu keadaan dan kualitasnya. Sepintas sama tapi ternyata hukumnya dalam islam berbeda. Reseller boleh, sedang dropship haram, sebab lebih banyak mengandung spekulasi, rentan penipuan, dan yang paling utama barang tidak pernah dilihat bahkan dipegang oleh penjual itu sendiri.
Sebenarnya kalau mau lebih aman- secara sistem jual belinya - ya stok barang. Masalahnya produk tas batam itu buanyak ... Bahkan gambar tiap hari ganti terus, saya gak mau ambil resiko stok di rumah sementara perputarannya gak bisa diprediksi. Sementara selera konsumen pun berubah-ubah, dan tentunya stok barang membutuhkan modal yang tidak sedikit.
2. Waktu pengiriman yang mulai sulit diprediksi
Sejak pindah dan stay di Lampung bea cukai dan peraturan bandara Hang Nadim memberlakukan aturan yang berubah-ubah terhadap perlakuan paket dari Batam ke seluruh nusantara. Akibatnya, pengiriman barang menjadi tersendat dan tak jarang tertahan pada proses pengecekan di bandara hingga berhari-hari.
Sebagai contoh normalnya pengiriman barang Batam-Lampung sebelumnya hanya 3-4 hari menggunakan layanan paket reguler, namun setelah peraturan baru dikenakan bisa berkisar 10-14 hari. Bagi pedagang ini sih masalah besar! Karena bikin sport jantung. Sudah keuntungan tak seberapa, dikejar-kejar customer, sementara jual beli gak bisa berjalan dengan cepat.
3. Tidak ada jaminan resiko kehilangan atau kerusakan
Sejak tak lagi di Batam, proses packing dan pengiriman diserahkan penuh kepada supplier. Akibatnya, apabila terjadi masalah semisal salah kirim barang, kerusakan ketika sampai ke tangan pembeli, dsb. Hampir bisa dibilang tak ada jaminan masalah diselesaikan dengan mudah.
Jika kasusnya salah kirim barang, maka hampir semua bersedia refund namun ongkir ditanggung pembeli. Nah, ini yang belakangan menjadi polemik. Wong kesalahan ada di supplier kok, ongkir pemulangan ditanggung buyer lagi. Kalau saya pribadi biasanya mengambil resiko menanggung ongkir, dengan pertimbangan kepuasan pelanggan yang utama. Namun akibatnya, ya keuntungan berkurang bahkan habis.
Terlebih untuk kasus kerusakan, biasanya supplier malah akan lempar batu sembunyi tangan, Menyalahkan tim ekspedisi saat pengiriman. Yang intinya enggan mengganti kerusakan. Kalau sudah begini, siapa yang rugi? pelaku dropshipper, pilihannya cuma dua: menanggung resiko kerugian atau kura-kura dalam perahu alias pura-pura tidak tahu. Keduanya tentu pilihan yang sulit sebab menyangkut kelangsungan olshop ke depan. Ibarat maju salah, mundur juga salah.
Dulunya saat stay di sana komplain barang masih bisa dinego dengan kekeluargaan sebab saya bisa bulak balik toko dan ketemu owner langsung. Kalau posisi sekarang, tentu saja sangat tidak memungkinkan ðŸ˜ðŸ˜
Itulah sekelumit pengalaman berbisnis saya dan ketiga alasan besar yang membuat Hafeeraos ditutup. Semoga ke depan makin diberi kemudahan kelancaran rezeki dari jalan yang lebih baik (menulis misalnya ...Aamiin)
#odop #day30 #estrilookcommunity
No comments: