Kisah Cici dan Rara
#dongenganak
#ceritanak
Jauh di dalam hutan yang lebat, hiduplah sepasang anak burung Murai bernama Cici dan Rara. Cici lebih tua dari Rara. Sudah beberapa hari mereka menjadi yatim piatu karena pemburu menembak mati ayah ibunya.
Awalnya, Rara terus menangis karena ayah ibunya tak kunjung pulang. Namun sang kakak, Cici, selalu menghibur Rara dengan nyanyian yang persis sama seperti yang ibu mereka kerap nyanyikan.
Hari itu, cadangan makanan di sarang telah habis. Sebagai kakak, Cici berniat menggantikan tugas orangtuanya, terbang mencari serangga dan biji-bijian untuk di makan.
"Jangan ke mana-mana ya Dik, kamu masih kecil, tetaplah di sarang saja, biar kakak yang mencari makanan." Pesan Cici kepada adiknya.
Rara pun mengangguk menuruti petuah sang kakak.
Tak berapa lama, Cici kembali dengan bermacam-macam serangga kecil yang biasa dibawakan ibu dan ayahnya. Ia hanya hinggap sebentar menjatuhkan makanan ke sarang.
"Makanlah, Dik. Kakak akan kembali mencari makanan lain, agar persediaan pangan kita banyak dan kakak tak perlu selalu meninggalkanmu." Ucap Cici sebelum kembali mengepakkan sayapnya.
Rara mulai mematuki serangga dan biji-biji kering yang di berikan Cici. Namun entah kenapa bagi Rara semua makanan yang masuk ke dalam paruhnya tidak ada yang lezat, semua terasa hambar di kerongkongan.
Beberapa menit kemudian, Cici kembali dan melihat Rara yang masih terdiam di sarang sambil memandangi tumpukan serangga dan bebijian yang ia kumpulkan.
"Lho, kenapa tidak di makan juga, Ra?"
"Maaf Kak, dari semua makanan ini tidak seenak makanan yang dibawakan ibu." Keluhnya dengan air mata menggenang.
Cici tercenung. "Sebentar, Kakak akan mencarikan makanan lain yang mungkin kamu suka." Cici kembali terbang berkeliling hutan untuk mengumpulkan serangga dan biji-biji kering lain.
Namun, sekembalinya ia ke sarang tetap saja Rara bilang tidak seenak makanan yang dibawakan mendiang ibu mereka.
Cici mulai putus asa. Usai kembali menjatuhkan makanan di dekat Rara. Ia memilih duduk dan beristirahat di sudut sarang sambil mengamati sang adik yang mematuki makanan tanpa semangat.
Perlahan Cici pun ikut makan ... Rupanya sedari pagi sibuk mengumpulkan makanan membuat dirinya lupa mengisi perut sendiri.
Rara benar, makanan itu tak seenak yang biasa ibu mereka bawakan. Namun Cici berusaha makan dengan lahapnya seraya tersenyum kepada sang adik. Lalu ia mulai bercerita tentang keadaan sekeliling dan beberapa polah binatang penghuni hutan hari itu. Sesekali ia menyodorkan serangga dan biji kering kepada adiknya.
Rara pun akhirnya menyambut makanan yang dijulurkan Cici padanya sambil antusias mendengarkan cerita sang kakak. Tanpa disadari sebelumnya, mereka akhirnya makan bersama sambil tertawa bahagia.
Hilang sudah keluhan tentang makanan yang tak enak. Diam-diam Rara dan Cici mengerti bahwa hidangan terlezat adalah makanan yang diberikan dengan penuh cinta dan dinikmati bersama keluarga.
#ceritanak
Jauh di dalam hutan yang lebat, hiduplah sepasang anak burung Murai bernama Cici dan Rara. Cici lebih tua dari Rara. Sudah beberapa hari mereka menjadi yatim piatu karena pemburu menembak mati ayah ibunya.
Awalnya, Rara terus menangis karena ayah ibunya tak kunjung pulang. Namun sang kakak, Cici, selalu menghibur Rara dengan nyanyian yang persis sama seperti yang ibu mereka kerap nyanyikan.
Hari itu, cadangan makanan di sarang telah habis. Sebagai kakak, Cici berniat menggantikan tugas orangtuanya, terbang mencari serangga dan biji-bijian untuk di makan.
"Jangan ke mana-mana ya Dik, kamu masih kecil, tetaplah di sarang saja, biar kakak yang mencari makanan." Pesan Cici kepada adiknya.
Rara pun mengangguk menuruti petuah sang kakak.
Tak berapa lama, Cici kembali dengan bermacam-macam serangga kecil yang biasa dibawakan ibu dan ayahnya. Ia hanya hinggap sebentar menjatuhkan makanan ke sarang.
"Makanlah, Dik. Kakak akan kembali mencari makanan lain, agar persediaan pangan kita banyak dan kakak tak perlu selalu meninggalkanmu." Ucap Cici sebelum kembali mengepakkan sayapnya.
Rara mulai mematuki serangga dan biji-biji kering yang di berikan Cici. Namun entah kenapa bagi Rara semua makanan yang masuk ke dalam paruhnya tidak ada yang lezat, semua terasa hambar di kerongkongan.
Beberapa menit kemudian, Cici kembali dan melihat Rara yang masih terdiam di sarang sambil memandangi tumpukan serangga dan bebijian yang ia kumpulkan.
"Lho, kenapa tidak di makan juga, Ra?"
"Maaf Kak, dari semua makanan ini tidak seenak makanan yang dibawakan ibu." Keluhnya dengan air mata menggenang.
Cici tercenung. "Sebentar, Kakak akan mencarikan makanan lain yang mungkin kamu suka." Cici kembali terbang berkeliling hutan untuk mengumpulkan serangga dan biji-biji kering lain.
Namun, sekembalinya ia ke sarang tetap saja Rara bilang tidak seenak makanan yang dibawakan mendiang ibu mereka.
Cici mulai putus asa. Usai kembali menjatuhkan makanan di dekat Rara. Ia memilih duduk dan beristirahat di sudut sarang sambil mengamati sang adik yang mematuki makanan tanpa semangat.
Perlahan Cici pun ikut makan ... Rupanya sedari pagi sibuk mengumpulkan makanan membuat dirinya lupa mengisi perut sendiri.
Rara benar, makanan itu tak seenak yang biasa ibu mereka bawakan. Namun Cici berusaha makan dengan lahapnya seraya tersenyum kepada sang adik. Lalu ia mulai bercerita tentang keadaan sekeliling dan beberapa polah binatang penghuni hutan hari itu. Sesekali ia menyodorkan serangga dan biji kering kepada adiknya.
Rara pun akhirnya menyambut makanan yang dijulurkan Cici padanya sambil antusias mendengarkan cerita sang kakak. Tanpa disadari sebelumnya, mereka akhirnya makan bersama sambil tertawa bahagia.
Hilang sudah keluhan tentang makanan yang tak enak. Diam-diam Rara dan Cici mengerti bahwa hidangan terlezat adalah makanan yang diberikan dengan penuh cinta dan dinikmati bersama keluarga.
No comments: