Asiknya Profesi Scriptwriter Radio
Apa yang terlintas di benak kamu jika hari pertama kerja, langsung disodori deadline fantastis?
"40 script sehari, Pak?" Ucap saya tak percaya ketika dimintai kesanggupan mengerjakan deadline awal saat diterima menjadi scriptwriter sebuah stasiun swasta bergenre eskekutif muda di Bandar Lampung belasan tahun silam. Yang terlintas dulu di benak saya sedikit geramanan terhadap kepala divisi on air, Huh ... enak saja! memangnya menulis itu, gampang?!
Tidak semua orang mengerti betul #profesi #scriptwriter radio termasuk saya pribadi awalnya. Yang jelas kebanyakan anak muda fahamnya kerja di media cuap-cuap ya identik dengan penyiar. Maka, tak heran ... saat pertamakali diberi deadline itu otak jadi migrain duluan. Duh! Kalau begini, lebih asik jadi penyiar. Masalahnya ketika apply job vacancy, saya lebih pede menjadi penulis script mengingat terlahir dengan suara justru ngebas gak secempreng para penyiar cewek kebanyakan.
Simplenya, scriptwriter itu ya penulis naskah siaran. Jadi gini, para penyiar yang kadang terdengar begitu smart mengolah kata dan informasi ternyata tidak sepenuhnya bekerja sendiri. Sebelum masuk ruang siaran mereka dibantu penulis naskah dalam menggali ide dan beberapa informasi sesuai dengan tema yang akan mengudara. Ketika on air, penyiar tinggal membacakan dan memilah-milah bahan yang hendak disampaikan kepada pendengar, tentu saja harus dikombinasikan dengan skill improvisasi dari penyiar itu sendiri.
Setelah dijalani ternyata gak serumit yang dikira kok. Nulis script di awal bergabungnya saya di radio itu bukan bahan full untuk durasi satu atau dua jam siaran on air, sesuai titik, koma, intonasi dan aksentuasi penyiar. Melainkan hanya info penting sebagai penyela informasi, agar sebuah acara 'lebih berisi'. Setiap info yang dibacakan juga singkat. Satu tema/angel paling banyak memuat 200an kata atau setengah halaman kertas A4. 40 script, ya berarti jika dikira-kira hanya menulis 20 lembar sehari. Sementara, perangkat perang seperti akses internet tanpa limit, majalah remaja, mode, kesehatan tiap bulan berdatangan khusus untuk saya. Asik kan?
Berbeda ketika pindah ke radio bergenre muslim, masih dalam profesi yang sama. Deadline-nya lain lagi, karena terdapat beberapa program yang mengharuskan saya menulis semacam cerpen atau perjalanan perkembangan islam di suatu negeri. Kedua program ini saja yang difokuskan untuk dibuat scriptnya, sementara segmen itu hanya mengudara seminggu sekali. Selebihnya waktu tersisa saya diminta menuliskan script berupa info pendek-pendek sebagaimana radio sebelumnya.
Untuk orang yang memang menyukai dunia tulis menulis, profesi ini sebenarnya menyenangkan kok. Kenapa? Karena tentu saja sambil menulis terkadang bisa merefresh pikiran yang penat sambil mendengarkan musik yang mengudara.
Tapi realitasnya juga gak semudah copy paste tulisan di internet. Teknik menulis script radio itu pada prinsipnya menulis untuk telinga. Bukan sekedar asal buat tulisan agar enak dibaca. Bagaimana caranya dalam durasi yang sempit, penyiar memberikan informasi lengkap tanpa harus kehabisan nafas dan terdengar jelas seolah "membaca". Kolaborasi antara scriptwripter yang handal dan penyiar yang jago bermanuver kata jadi penentu keberhasilannya.
Kelemahannya seorang scriptwriter radio kadang gak terlalu aware sama kaidah puebi. Penulisan bahasa baku dan penggunaan diksi yang sulit justru sebisa mungkin ditinggalkan dengan asumsi tidak semua pendengar faham istilah yang jarang didengar sebelumnya.
Sisi asiknya, pakem gaya bahasa bisa disesuaikan dengan audiens dan genre radio, jadi tulisan yang disajikan seperti info yang disisipkan dalam acara terkesan lebih dinamis.
Trus bedanya scriptwriter dengan copywriter apa? Bukannya sama kalo diradio? Kebanyakan sie scriptwriter merangkap copywriter. Bedanya cuma terletak di tugas dan hasil tulisannya. Ketika scriptwriting ditulis berarti naskah siaran, kontennya disesuaikan dengan tema acara. Kalau copywriting lebih ke penulisan untuk iklan, sisi marketingnya yang kudu ditajamkan. Penggunaan bahasa yang menjual lebih ditekankan agar iklan terdengar unik dan menarik.
Semasa bergabung di MQFM lampung 2005-2007 |
Kalau soal besaran gaji gimana? Sepanjang yang saya pernah jalani, duakali ganti radio dan berstatus karyawan staf, honor yang diterima lebih tinggi dari penyiar lepas. Bahkan, tak jarang scriptwriter itu kecipratan lebihan, jika pengerjaan iklan lagi banyak-banyaknya.
Scriptwriter Film di Bayar Mahal
Dunia script sebenarnya gak terbatas di radio saja. Kalian pasti pernah nonton film yang alur ceritanya bikin tertawa, marah bahkan meneteskan air mata saking harunya. Nah, semua itu gak terlepas dari kepiawaian seorang scriptwriter.
Di Indonesia sendiri sudah banyak sekali penulis skenario handal yang karyanya sukses memukau penonton dan diakui eksistensinya di industri perfilman. Di antaranya ada Jujur Prananto, orang dibalik cerita indah "Petualangan Sherina" dan "Ada Apa dengan Cinta". Sebut saja, Salman Aristo, penulis skenario film Jomblo, Sang Penari, dan Laskar Pelangi, juga Titien Wattimena penulis skenario Mengejar Matahari, Love dan Tentang Dia.
FYI, tau gak? untuk sebuah script atau naskah film lepas kisaran bayaran seorang scriptwriter berada pada range 20-200 juta per naskah film. Sedangkan buat film FTV di bandrol 1-15 juta tiap satu episode sitkom, sinetron atau FTV. Wow ... lumayan banget kan? Tapi tentu saja gak sembarang penulis yang dipercaya untuk menggarap sebuah naskah film. Butuh pengalaman dan jam terbang yang gak sedikit untuk sampai ke titik ini. Tapi yang jelas, serunya profesi ini ketika kita bisa mengembangkan ide dan imajinasi yang nantinya akan divisualkan.
Bicara masalah peluang, kesempatan buat penulis di industri kreatif perfilman Indonesia masih sangat terbuka luas. Apalagi belakangan banyak muncul produser muda berbakat yang meramaikan kancah perfilman dalam negeri. Gimana, tertarik belajar jadi penulis naskah gak?
No comments: